BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian pesat, kebudayaan yang menjadi ciri khas suatu bangsa dan negara kini kian
memudar. Padahal seharusnya hal ini janganlah terjadi karena kebudayaan
merupakan suatu hal yang dapat memperkaya setiap negara yang ada di dunia dan
kebudayaan juga lah yang mampu membedakan suatu negara dengan negara yang
lainnya.
Saat ini para pemuda dan pemudi di Indonesia mulai terbawa pengaruh gaya
hidup barat, mulai dari cara mandi, cara berpakaian, hingga gaya dalam
berbicara. Hampir semua orang menganggap bahwa ini adalah modernisasi padahal
yang sebenarnya terjadi adalah westernisasi. Westernisasi yang sekarang ini
terjadi secara kolosal di negara Indonesia membuat kebudayaan di Indonesia
mulai dilupakan dan menghilang sedikit demi sedikit.
Hal ini tampak dari amnesia masyarakat Indonesia akan reog ponorogo sampai
akhirnya kesenian indah ini hendak direbut oleh negara tetangga kita, yakni
Malaysia. Ketika hal ini terjadi, barulah masyarakat Indonesia sadar akan
kebudayaan mereka dan ingin mempertahankan kebudayaan yang telah menjadi milik
mereka selama bertahun-tahun itu. Seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia bisa
mencegah punahnya kebudayaan ini dengan cara mematenkan kebudayaan kita agar
tidak direbut bangsa lain dan melestarikannya dengan mengajarkan kebudayaan
tersebut pada pemuda-pemudi bangsa yang akan menjadi generasi penerus kita.
1.2 Tujuan
Tujuan tim
penulis dalam penulisan makalah ini yaitu:
1.
Untuk mengetahui pengertian dan
latar belakang dari antropologi budaya.
2.
Untuk mengetahui perbedaan kajian
fisik, budaya, dan sosial.
3.
Untuk mengetahui konsep dasar dalam
antropologi budaya.
1.3 Rumusan Masalah
2.1 Apa
pengertian dan latar belakang dari antropologi budaya?
2.2 Apakah
perbedaan kajian dari fisik, budaya, dan sosial dalam antropologi?
2.3 Apa saja
konsep dasar yang terdapat dalam antropologi buadaya?
1.4 Metode Penulisan
Dalam
studi ini, tim penulis menggunakan metode studi pustaka dan studi kasus untuk
menyelidiki lebih mendalam tentang pengetahuan dasar antropologi.
1.5
Sistematika
Penulisan
Sistematika penulisan
dalam makalah ini yaitu:
Bab I berisikan
latar belakang, tujuan penulisan, perumusan masalah, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
Bab II berisikan
pembahasan dari rumusan masalah yang telah ada.
Bab III berisikan kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Pengertian
dan Latar Belakang Antropologi Budaya
A.
Pengertian
Antropologi Budaya
Anthropologi
berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau
"orang", dan logos yang berarti "wacana"
(dalam pengertian "bernalar", "berakal"). Anthropologi
mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Anthropologi
memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap
dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan
anthropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada
perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak
diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode anthropologi sekarang
seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan
masyarakat tunggal.
Definisi antropologi menurut para
ahli:
1. William A. Havilland: Antropologi
adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat
tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap
tentang keanekaragaman manusia.
2.
David Hunter:
anthropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas
tentang umat manusia.
3. Koentjaraningrat:
Anthropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan
mempelajari aneka warna, bentuk
fisik masyarakat serta kebudayaan yang
dihasilkan.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun
pengertian sederhana anthropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari tentang
segala aspek dari manusia, yang terdiri dari aspek fisik dan nonfisik berupa
warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, kebudayaan, aspek politik, dan
berbagai pengetahuan tentang corak kehidupan lainnya yang bermanfaat.
B. Latar Belakang Antropologi Budaya
Disiplin antropologi merupakan
peradaban barat. Dari lembaga-lembaga antropologi etnografi, lahirlah
Antropologi untuk pertama kali. Misalnya, lembaga Society Etnogiqui (Paris)
1839 oleh M.Edwards, The Etnological
Society (London) oleh T.Hodgokin
(anti perbudakan. Tujuan lembaga tersebut sebagai pusat pengumpulan dan studi
bahan etnografi yang berasal dari banyak kebudayaan di dunia. Dua puluh lima
tahun kemudian (1874) di London diterbitkan buku Notes and Queries in Anthropologi yang dipergunakan untuk menyusun
pedoman dalam pengumpulan etnografi secara teliti.
Dalam perkembangannya, lembaga etnologi di amerika
terdesak dengan istilah antropologi sebagai ilmu tentang manusia dalam segala
aspeknya, baik fisik maupun budayanya dari manusia dahulu sampai sekarang.
Orang yang diakui sebagai bapak
antropologi adalah Franz Boas yaitu
antropolog kelahiran jerman ahli geografi yang menulis buku The Centural Eskimo (1888). Ia telah meletakkan konsepsi dasar
yang sampai sekarang dianut oleh hampir seluruh universitas di Amerika Serikat yaitu
kesatuan dari semua ilmu tentang manusia dan kebudayaan, yaitu ilmu
paleoantropologi, antropologi fisik, arkeologi prasejarah. Etnolinguistik, dan
antropologi budaya yang menjadi sub ilmu antropologi.
Tugas etnologi ialah mengelompokan
manusia berdasarkan ciri-ciri ras dan kebudayaan mereka dan kemudian menguraikan
tentang penyebaran pada masa ini atau masa lalu melalui pergerakan dan
percampuran manusia serta difusi kebudayaan. Sedangkan antropolgi sosial
mempunyai tugas mengkaji tingkah laku sosial umumnya dalam bentuk yang telah
dilembagakan seperti persaudaraan, sistem kekeluargaan, organisasi
politik, tata cara hubungan antara semua lembaga tersebut.
Dalam
antropologi terdapat 4 fase yang terjadi dalam perkembangan antropologi sebagai
ilmu, yaitu:
1. Fase pertama
Fase ini terjadi sebelum tahun
1800, sekitar akhir abad 15 hingga awal abad 16 orang eropa mulai mengelilingi
wilayah wilayah dikawasan Asia, Afrika dan Amerika, sejak saat dalam
perkembanganya permukaan bumi ini mulai terkena pengaruh Negara-negara Eropa
Barat. Dalam perkembanganya mulai terkumpul catatan, buah cerita laporan dan
buku-buku kisah cerita dari para musafir, pelaut, pendeta penyiar agama dan
pegawai pemerintah jajahan mengenai wilayah yang mereka datangi. Dalam
buku-buku itu termuat mengenai deskripsi bangsa-bangsa yang terdapat di Afrika,
Asia, Oseania dan suku-suku bangsa lainnya. Bahan-bahan deskripsi tersebut
sangat menarik perhatian bangsa Eropa karena perbedaan dari wilayah yang
dikunjungi dengan adat istiadat, bahasa, susunan masyarakat dan cirri-ciri
fisik bangsa-bangsa Eropa Barat.
Bahan-bahan pengetahuan tadi
disebut etnografi, atau seskripsi tentang bangsa-bangsa. Deskripsai yang
diperoleh tadi biasanya tidak begitu teliti sehingga seringkali bersifat kabur,
dan kebanyakan hanya memperhatikan hal yang menurut orang Eropa nampak aneh
saja, walau ada pula karangan-karangan yang baik dan bersifat lebih teliti.
Dari keanehannya, maka bahan
etnografi tadi amat menarik perhatian kaum terpelajar di Eropa Barat sejak abad
ke 18. Kemudian dalam pandangan orang Eropa munculah pertentyangan terhadap
bangsa Amerika, Afrika Asia dan juga Oseania tadi, yaitu: sebagian orang eropa
menganggap bahwa mereka keturunan iblis dan bukan bangsa yang merupakan keturunan
manusia, adajuga yang menganggap mereka merupakan bangsa yang masih murni yang
belum tersentuh olehkejahatan, dan yang terakhir sebagian orang Eropa tertarik
akan adat-istiadat dan ulai mengumpulkan benda-benda kebudayaan asal Amerika,
Afrika, Oseania dan Asia sehingga muncul museum-museum kebudayaan luar Eropa.
Pada awal abad ke-19 perhatian
terhadap himpunan pengetahuan tentang masyarakat, adat istiadat dan cirri-ciri
fisik bangsa-bangsa di luar Eropa dari pihak dunia ilmiah menjadi sangat besar,
demikian besarnya sehingga timbul usaha-usaha pertama dari dunia ilmiah untuk
mengintegrasikan seluruh himpunan bahan pengetahuan etnografi tadi menjadi
satu.
2. Fase Kedua
Masa ini berlangsung pada
pertengahan abad ke-19, pada mas ini mulai muncul tulisan-tulisan ataupun
berupa karangan yang menyusun bahan etnhografi tersebut berdasarkan cara
berikir evolusi masyarakat. Secara singkat kerangka berfikir tersebut bisa di
golongkan seperti berikut: Masyarakat dan kebudayaan manusia telah berevolusi
dengan sangat lambat dalam jangka beribu-ribu taun dengan berbagai tingkatan
evolusi, dengan sebagai patokan tingkatan tertinggi adalah masyarakat yang
hidup seperti masyarakat dii Eropa Barat.
Bentuk masyarakat yang tinggal di
luar Eropa disebut oleh mereka (orang Eropa) sebagai bangsa primitive, dianggap
sebagai sisa-sisa kebudayaan terdahulu yang masih hidup hingga
sekarang.berdasarkan kerangka berfikir tersebut maka pada tahun sekitar 1860
timbul beberapa karangan yang membandingkan tingkat kebudayaan dari
masing-masing bangsa berdasar tingkat-tingkat evolusi, sehingga timbula ilmu
antropologi.
Kemudian timbul pula beberapa
karangan yang hendak meneliti sejarah penyebaran kebudayaan bangsa-bangsa di
mika bumi. Disini pula orang Eropa masih menganggap kebudayaan diluar Eropa
merupakan sisa-sisa kebudayaan terdahulu yang masih kuno, sehingga dengan
meneliti kebudayaan tersebut maka mereka dapat mengetahui sejarah penyebaran
kebudayaan manusia. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa fase
perkembangannya yang kedua ini ilmu antropologi berupa suatu ilmu akademikal;
dengan tujuan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: mempelajari masyarakat dan
kebudayaan primitive dengan maksud untuk mendapat ssuatu pengertian tentang
tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan
manusia.
3. Fase Ketiga
Fase ini berlangsung pada permulaan
abad ke-20. Pada permulaan abad ke-20, sebagian besar negara-negara penjajah di
Eropa masing-masing berhasil untuk mencapai kemantapan kekuasaannya di
daerah-daerah jajahan di luar eropa. Untuk keperluan daerah jajahan dimana pada
waktu itu mulai berhadapan ilmu antropologi sebagai suatu ilmu yang justru
mempelajari bangsa-bangsa di daerah luar eropa justru menjadi sangat penting.
Sejak itu timbul pendirian bahwa mempelajari bangsa-bangsa di luar Eropa itu
penting.
Suatu ilmu antropologi dengan
sifat-sifat seperti yang terurai di atas terutama berembang di negara Inggris
sebagai negara penjajah yang utama, tetapi juga di hamper semua negara colonial
lainnya. Selain itu ilmu antropologi di Amerika Serikat yang bukan negara
colonial tetapi mengalami berbagai masalah yang berhubungan dengan suku-suku
bangsa Indian yang merupakan suku asli atau penduduk pribumi Benua Amerika
kemudian terpengaruh oleh ilmu antropologi yang baru tadi. Dalam fase ketiga
ini ilmu antropologi menjadi suatu ilmu yang praktis dan tujuannya dapat
dirumuskan sebagai berikut : Mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku
bangsa di luar Eropa guna kepentingan pemerintah colonial dan guna mendapat suatu
pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.
4. Fase Keempat
Fase ini kira-kira sesudah 1930.
Pada fase ini ilmu antropologi mengalami masa perkembangannya yang paling luas.
Hal ini termasuk bertambahnya bahan pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun
mengenai ketajaman dari metode-metode ilmiahnya. Kecuali itu kita lihat adanya
dua perubahan di dunia, yaitu timbulnya anti pati terhadap kolonialisme
terhadap perang dunia II, serta cepat hilangnya bangsa-bangsa primitif (dalam
arti bangsa-bangsa asli dan terpencil dari pengaruh kebudayaan Eropa dan
Amerika) yang sekitar tahun 1930 mulai hilang, dan sesudah perang dunia II
memang hampir tak adalagi di muka bumi.
Proses tersebut menyebabkan
seolah-olah lapangan dalam ilmu antropologi telah hilang, sehingga memunculkan
sebuah dorongan untuk memunculkan ide untuk mengembangkan lapangan penelitian
dengan ide dan tujuan baru. Adapun bahan-bahan etnografi yang terdapat dalam
fase pertama, kedua maupun yang ketiga tidak dibuang begitu saja melainkan dijadikan
sebagai landasan bagi perkembangannya yang baru. Pengembangan itu terjadi di
amerkia Serikat tetapi menjadi umum di negara-negara lain setelah tahun 1951, setelah 60 orang ahli antropologi
dari berbagai negara Amerika dan Eropa, menajlin suatu simposium internasional
untuk meninjau dan merumuskan pokok tujuan ruang lingkup dari ilmu antropologi
yang baru.
Mengenai tujuannya, ilmu
antropologi yang baru dalam fase perkrmbangannya yang keempat ini dapat dibagi
dua yaitu tujuan akademikal dan tujuan praktisnya. Tujuan
akademuikalnya adalah mencapai pengertian tentang makhluk-makhluk manusia pada
umumnya dengan mempelajari aneka warna bentuk fisiknya, masyarakat, serta
kebudayaannya. Karena didalam praktek ilmu antropologi biasanya mempelajari masyarakat
suku bangsa, maka tujuan praktisnya adalah mempelajari manusia dalam aneka
warna masyarakat suku-bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa itu.
II.
Perbedaan
Kajian Antropologi Fisik, Sosial dan Budaya
A.
Antropologi
Fisik
Antropologi
fisik mempelajari manusia dari segi biologi misalnya, bentuk tubuh, warna
rambut, warna kulit, dan lainnya. Adapun ilmu yang termasuk Antropologi fisik
yaitu:
1.
Paleoantropologi
Bagian dari antropologi fisik yang menelaah tentang
asal usul atau terjadinya dan perkembangan mahkluk manusia. Obyek penelitiannya
adalah fosil manusia (sisa-sisa tubuh manusia yang telah membatu) yang terdapat
dalam lapisan-lapisan bumi.
2.
Somatologi
Bagian dari antropologi fisik yang menelaah tentang
variasi atau keanekaragaman ras manusia melalui ciri-ciri tubuh manusia secara
keseluruhan (ciri-ciri genotipe dan fenotipe).
Contoh: Dengan
melakukan pengamatan mengenai perbedaan fisik orang dari ras Mongoloid dengan
orang ras Negroid.
B.
Antropologi
Budaya
Antropologi
budaya melihat atau mempelajari manusia yang berkaitan dengan materi-materi
kebudayaan seperti misalnya, alat-alat hidup, perumahan, kesenian, norma,
perilaku dan lain sebagainya yang ada dalam masyarakat.
Adapun yang
termasuk dalam antropologi budaya antara lain:
1.
Arkeologi: Bagian dari antropologi
budaya yang mempelajari tentang sejarah manusia dan penyebarannya melalui obyek
penelitian artefak (benda-benda peninggalan).
2.
Etnolinguistik: Bagian dari
antropologi budaya yang mempelajari Timbulnya bahasa, bagaimana terjadinya
variasi dalam bahasa serta penyebaran bahasa umat manusia di dunia.
3.
Etnografi: Ilmu ini mempelajari
mengenai berbagai kebudayaan pada suatu masyarakat secara mendetail pada suatu
kenyataan berupa aktivitas nyata masyarakat.
4.
Etnologi: Bagian dari antropologi
budaya yang mencoba menelusuri asas-asas manusia dengan meneliti seperangkat
pola kebudayaan suatu suku bangsa yang menyebar di seluruh dunia. Obyek
penelitiannya adalah pola kelakuan masyarakat (adat istiadat, kekerabatan,
kesenian, dsb) serta dinamika kebudayaan (perubahan, pelembagaan dan
interaksi).
Contoh: Seorang
peneliti melakukan penelitian di daerah Singkep, Blora tepatnya pada masyarakat
Suku Samin. Ia meneliti mengenai alat-alat hidup, perumahan, kesenian, adapt
istiadat (kebudayaan), norma, serta perilaku masyarakat Suku Samin. Dimana mata
pencahariannya masih bertumpu pada pertanian dan masih memegang teguh
kepercayaan yang dibawa oleh pendirinya Samin Surosentiko
C.
Antropologi
Sosial
Antropologi
sosial sering kali disebut antropologi sosial budaya, karena masyarakat dan
budaya merupakan satu kesatuan system yang tidak terpisahkan. Antropologi ini
tertarik untuk mempelajari struktur dan fungsi kelompok dengan melihat
fenomena-fenomena seperti materi kebudayaan, bahasa, karya seni, dan agama,
yang lebih menekankan institusi daripada melihat manusia sebagai pribadi.
Contoh:
Penelitian mengenai kondisi wilayah suatu desa tertentu dengan melakukan
pengamatan. Dengan cara mengamati kondisi geografis wilayah yang diteliti,
kemudian melihat keadaan masyarakat setempat sesuai kondisi geografis wilayah
tersebut. Meneliti terbentuknya organisasi dan struktur sosial yang ada di
masyarakat setempat. Serta interaksi sosial yang terjadi pada masyarakat.
Misalnya
desa Kemloko di kabupaten Temanggung yang daerahnya terletak di lereng gunung
Sumbing yang mempunyai hawa dingin dan cocok untuk tanaman Tembakau, sehingga
mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai petani Tembakau. Hal ini mempengaruhi
struktur social di desa Kemloko. Seperti adanya petani tembakau, pedagangnya
dan distributornya ke kota. Selain juga ada yang bekerja sebagai pedagang dan
pegawai. Organisasi social yang ada di desa Kemloko antara lain adalah PKK,LKMD
dan Karang Taruna.
III.
Konsep
Dasar Antropologi
A.
Budaya
Makna
kebudayaan, secara sederhana berarti semua cara hidup (ways of life) yang telah dikembangkan oleh anggota masyarakat.
Dari prespektif lain kita bisa memandang suatu kebudayaan sebagai perilaku yang
dipelajari dan dialami bersama (pikiran, tindakan, perasaan) dari suatu
masyarakat tertentu termasuk artefak-artefaknya, dipelajari dalam arti bahwa
perilaku tersebut disampaikan (transmitted) secara sosial, bukan diwariskan
secara genetis dan dialami bersama dalam arti dipraktekkan baik oleh seluruh
anggota masyarakat atau beberapa kelompok dalam suatu masyarakat.
Kebudayaan
adalah norma kolektif semua pola prilaku ditransparansikan secara sosial
melalui simbol-simbol, dari sini tiap unsur semua kemampuan kelompok umat
manusia yang karakteristik, yang tidak hanya meliputi bahasa, peralatan,
industri, seni, ilmu, hukum, pemerintahan, moral, dan keyakinan-keyakinan saja,
melainkan meliputi juga peralatan material atau artefak yang merupakan penjelmaan kemampuan budaya yang
menghasilkan pemikiran yang berefek praktis dalam bentuk bangunan, senjata,
mesin, media komunikasi, perlengkapan seni, dsb. Tidak ada kelompok umat
manusia yang memiliki maupun yang tidak memiliki bahasa, tradisi,
kebiasaan, dan kelembagaan.
Setiap
kebudayaan memiliki konfigurasi yang cocok dengan sikap-sikap dan kepercayaan
dasar dari masyarakat, sehingga pada akhirnya membentuk sistem yang
interdependen, dimana koherensinya lebih dapat dirasakan daripada dipikirkan
pembentuknya. Kebudayaan dapat bersifat sistematis sehingga dapat menjadi
selektif, menciptakan dan menyesuaikan menurut dasar-dasar dari konfigurasi
tertentu. Kebudayaan akan lancar dan berkembang apabila terciptanya suatu
integrasi yang saling berhubungan.
Dalam
kebudayaan terdapat subsistem yang paling penting yaitu foci yang menjadi
kumpulan pola perilaku yang menyerap banyak waktu dan tenaga. Apabila suatu
kebudayaan makin terintegrasi maka fokus tersebut akan makin berkuasa terhadap
pola perilaku dan makin berhubungan fokus tersebut satu dengan yang lainnya dan
begitu pula sebaliknya. Kebudayaan akan rusak dan bahkan bisa hancur apabila
perubahan yang terjadi terlalu dipaksakan, sehingga tidak sesuai dengan keadaan
masyarakat tempat kebudayaan tersebut berkembang. Perubahan tersebut didorong
oleh adanya tingkat integrasi yang tinggi dalam kebudayaan. Apabila tidak
terintegrasi maka kebudayaan tersebut akan mudah menyerap serangkaian inovasi
sehingga dapat menghancurkan kebudayaan itu sendiri.
Pada
dasarnya gejala kebudayaan dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan/ aktivitas,
gagasan/ide dan artefak yang diperoleh, dipelajari dan dialami. Kebudayaan
dapat diklasifikasikan atas teknologi sebagai alat-alat yang digunakan,
organisasi sosial sebagai kegiatan institusi kebudayaan dan ideologi yang
menjadi pengetahuan atas kebudayaan tersebut.
Klasifikasi
Kebudayaan
Menurut
R. Linton, kebudayaan dapat
diklasifikasikan atas:
1. Universals:
pemikiran-pemikiran, perbuatan, perasaan dan artefak yang dikenal bagi semua
orang dewasa dalam suatu masyarakat.
2. Specialisties:
gejala yang dihayati hanya oleh anggota kelompok sosial tertentu.
3. Alternatives:
gejala yang dihayati oleh sejumlah individu tertentu seperti golongan profesi.
Sifat Kebudayaan:
1.
Kebudayaan yang
berkembang pada masyarakat memiliki sifat seperti:
Bersifat organik dan superorganik karena berakar pada organ manusia dan juga karena kebudayaan terus hidup melampaui generasi tertentu.
Bersifat organik dan superorganik karena berakar pada organ manusia dan juga karena kebudayaan terus hidup melampaui generasi tertentu.
2.
Bersifat terlihat
(overt) dan tersembunyi (covert) terlihat dalam tindakan dan benda, serta
bersifat tersembunyi dalam aspek yang mesti diintegrasikan oleh tiap
anggotanya.
3.
Bersifat eksplisit dan
implisit berupa tindakan yang tergambar langsung oleh orang yang
melaksanakannya dan hal-hal yang dianggap telah diketahui dan hal-hal tersebut
tidak dapat diterangkan.
4.
Bersifat ideal dan
manifest berupa tindakan yang harus dilakukannya serta tindakan-tindakan yang
aktual.
5.
Bersifat stabil dan
berubah yang diukur melalui elemen-elemen yang relatif stabil dan stabilitas
terhadap elemen budaya.
Teori-teori Kebudayaan
Ada
tiga pandangan tentang kebudayaan, yakni:
1. Superorganik
Kebudayaan adalah
realitas super dan ada di atas dan di luar pendukung individualnya dan
kebudayaan memiliki hukum-hukumnya sendiri. Inti pandangan superorganik adalah
kebudayaan merupakan sebuah kenyataan sui generis, karena itu mesti dijelaskan
dengan hukum-hukumnya sendiri. Kebudayaan tidak mungkin diterangkan dengan
menggunakan sumbernya sebagaimana sebuah molekul dimengerti hanya dengan jumlah
atom-atomnya, sumber-sumber bisa menjelaskan bagaimanan kebudayaan muncul,
tetapi bukan kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan lebih daripada hasil
kekuatan-kekuatan sosial dan ekonomi dan kebudayaan merupakan realitas yang
menyebabkannya mungkin ada.
2. Konseptualis
Kebudayaan bukanlah
suatu entitas sama sekali, tetapi sebuah konsep yang digunakan antropolog untuk
menghimpun/meunifikasikan serangkaian fakta-fakta yang terpisah-pisah. Menurut
kaum konseptualis, pada akhirnya semua kebudayaan mesti diterangkan secara
sosial psikologis. Kebudayaan bukan dihasilkan dari kekuatan super human karena
kebudayaan mendapatkan semua kualitas dari kepribadian dan interaksi dari
kepribadian.
3. Realis
Kebudayaan adalah
kedua-duanya, yaitu sebuah konsep dan entitas empiris. Kebudayaan adalah konsep
dimana ia bangunan dari Antropologi dan kebudayaan sebuah entitas empiris yang
menunjukkan cara mengorganisir fenomena-fenomena. Beberapa antropolog
mempertahankan bahwa kebudayaan merupakan konsep dan realita yang berbentuk
konstruk, bukan sebagai satu entitas yang bisa diamati tapi nyata karena tidak
berbeda dalam mengamatinya.
B.
Ras
Perbedaan ras pada berbagai suku bangsa tidak mengindari kemungkinan
penggunaan bahasa yang walaupun mungkin berbeda-beda, berasal dari keluarga
bahasa yang sama. Bahasa orang Huwa, yaitu penduduk daerah pegunungan di
Madagaskar, yang memiliki ciri-ciri ras Negroid yang tercampur dengan beberapa
ciri ras Kaukasoid Arab, tergolong induk yang sama dengan bahasa Jawa maupun
Bgu (salah satu bahasa Irian Jaya), yaitu keluarga bahasa Austranesia.
Manusia di muka bumi terdiri atas
berbagai macam ras, berikut ras-ras diantaranya :
1. Ras Australoid
Ras Australoid adalah nama ras
manusia yang mendiami bagian selatan India, Srilanka, beberapa kelompok di Asia
Tenggara, Papua, Kepulauan Melanesia dan Australia. Untuk kelompok di Asia
Tenggara, orang asli di Malaysia dan orang Negrito di
Filipina termasuk ras ini. Sebelum Ras Mongoloid tiba di Nusantara,
Ras Australoid merupakan ras dominan yang tersebar diseluruh pulau, samapi
terdesak ke bagian timur Nusantara.
Ciri khas utama ras ini ialah bahwa
mereka berambut keriting hitam dan berkulit hitam. Namun beberapa anggota ras
ini di Australia berambut pirang dan rambutnya tidaklah keriting melainkan
lurus. Selain itu beberapa orang asli di Malaysia kulitnya juga tidak
selalu hitam dan bahkan menjurus putih.
2. Ras Kaukasoid
Ras Kaukasoid adalah ras
manusia yang sebagian besar menetap di Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah,
Pakistan, dan India Utara. Keturunan mereka juga menetap di Australia,
Amerika Utara, sebagian dari Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Selandia Baru.
Anggota ras Kaukasoid biasa disebut
“berkulit putih”, namun ini tidak selalu benar. Oleh beberapa pakar misalkan
orang Ethiopia dan orang Somalia dianggap termasuk ras Kaukasoid, meski mereka
berambut keriting dan berkulit hitam, mirip dengan anggota ras Negroid. Namun
mereka tengkoraknya lebih mirip tengkorak anggota ras Kaukasoid.\
3. Ras Khoisan / Kapoid
Ras Khoisan adalah ras manusia
yang mendiami daerah barat daya Afrika, terutama di Namibia, Botswana, dan
Afrika Selatan. Meski jumlah anggota ras ini tinggal beberapa ratus ribu, ras
ini adalah ras yang sangat menarik sebab dianggap ras tertua atau cabang
pertama yang berpisah dari ras utama manusia lainnya. Varietas DNA ibu (mitochondrial
DNA) sangat beragam. Meski begitu mereka tidaklah “lebih primitif”
daripada manusia lainnya.
4. Ras Mongoloid
Ras Mongoloid adalah ras
manusia yang sebagian besar menetap di Asia Utara, Asia Timur, Asia Tenggara,
Madagaskar di lepas pantai timur Afrika, beberapa bagian India Timur Laut,
Eropa Utara, Amerika Utara, Amerika Selatan dan Oseania. Anggota ras
Mongoloid biasa disebut “berkulit kuning”, namun ini tidak selalu benar.
Misalkan orang Indian di Amerika dianggap berkulit merah dan orang Asia
Tenggara seringkali berkulit coklat muda sampai coklat gelap.
Ciri khas utama anggota ras ini
ialah rambut berwarna hitam yang lurus, bercak mongol pada saat lahir dan
lipatan pada mata yang seringkali disebut mata sipit. Selain itu anggota ras
manusia ini seringkali juga lebih kecil dan pendek daripada ras Kaukasoid.
5. Ras Negroid
Ras Negroid adalah ras manusia
yang terutama mendiami benua Afrika di sebelah selatan gurun sahara.
Keturunan mereka banyak mendiami Amerika Utara, Amerika Selatan dan juga Eropa
serta Timur Tengah.
Ciri khas utama anggota ras negroid
ini ialah kulit yang berwarna hitam dan rambut keriting. Meski begitu anggota
ras Khoisan dan ras Australoid, meski berkulit hitam dan berambut keriting
tidaklah termasuk ras manusia ini.
6. Ras Campuran
Bagi beberapa orang, menikah
antarras memang suatu hal yang dibutuhkan untuk memperbaiki keturunan, tetapi
bukan itu hal yang terpenting, karena kehidupan yang baik dilalui secara
berdampingan. Saat ini marak berbagai bangsa saling kawin antarras. Sekarang
ini banyak ras campuran yang menjadi artis di Indonesia.
C.
Suku
Bangsa
Pokok perhatian dari suatu deskripsi etnografi adalah kebudayaan–kebudayaan
dengan corak yang khas seperti, yang disebut dengan istilah “suku bangsa”
(dalam bahasa Inggris disebut ethnic group, yang kalau diterjemahkan secara harfiah
menjadi “kelompok etnik”).
Istilah suku bangsa dipakai karena sifat kesatuan dari suatu suku bangsa
bukan kelompok, melainkan golongan. Konsep yang mencangkup istilah suku bangsa
adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh suatu kesadaran dan jati diri mereka akan kesatuan dari
kebudayaan tidak ditentukan oleh orang luar (misalnya oleh seorang ahli
antropologi, ahli kebudayaan dsb, yang menggunakan metode-metode analis
ilmiah), melainkan oleh warga kebudayaan yang bersangkutan itu sendiri, seperti
misalnya dalam bahasa minangkabau atau ilmu hukum adat Indonesia. Deskripsi
mengenai kebudayaan dari suatu suku bangsa biasanya merupakan isi dari suatu
karangan etnografi.
Aneka Ragam kebudayaan suku Bangsa.
Sebaiknya kesatuan masyarakat suku-suku bangsa diseluruh dunia dibedakan berdasarkan
mata pencaharian dan sistem ekonominya, yaitu:
1.
Masyarakat pemburu dan peramu
2.
Masyarakat peternak
3.
Masyarakat peladang
4.
Masyarakat nelayan
5.
Masyarakat petani pedesaan
6.
Masyarakat perkotaan kompleks.
D.
Sistem
Kekerabatan
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang
sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes
mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan
struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit
sosial yang terdiri dari beberapa keluarga
yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan
terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek,
nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok
kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan,
fatri,
dan paroh masyarakat.
Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga
inti,
keluarga luas,
keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
1. Pembentukan Kekerabatan
a.
Evolusi
Keluarga
Pemikiran-pemikiran tentang asal mula
dan perkembangan keluarga manusia sangat menarik perhatian baik dari kalangan
umum ataupun dari kalangan para ahli ilmu sosial. Teori evolusi keluarga manusia
berkembang melalui 4 tingkat evolusi, yaitu:
1) Tahap 1: Masyarakat manusia pada mulanya
hidup serupa kawanan kelompok hewan tanpa pada ikatan perkawinan. Tahap ini
disebut: promiscuitet.
2) Tahap 2: Dalam masyarakat manusia,
anggota keluarganya telah mengenal ibunya, tetapi tidak menegenal ayahnya. Pola
kekerabatan ini didominasi ibu yang paling berkuasa, keadaan keluarga tersebut
disebut : Matriarchat.
3) Tahap 3: Para laki-laki tidak puas
dengan keadaan tersebut di atas. Kemudian mereka mengambil calon istri dari
kelompok lain dan membawa gadis tersebut ke dalam kelompoknya. Bentuk keluarga
sepertia ini disebut : Patriarchat.
4) Tahap 4: Kelompok keluarga mulai ada
perubahan, karena pergeseran bentuk perkawinan dari eksogami ke indogami
sehingga anak-anaknya dapat mengenali anggota keluarga ayah dan anggota
keluarga ibu. Sistem garis keturunan yang demikian (Wilken) menyebutnya :
Parental.
Arti pokok dari keluarga adalah sebagai
kesatuan kelompok sosial yang melakukan kerja sama ekonomi antar laki-laki dan
perempuan, dan sebagai lingkungan sosial ayng tepat untuk mengasuh anak. Hal
yang lebih penting adalahperlunya mengendalikan kegiatan seksual, ini merupakan
tugas perkawinan.
b.
Perkawinan
Perkawinan menurut Koentjaraningrat
adalah norma sosial yang mengatur seseorang dalam mendapatkan atau memilih
teman hidup dalam usaha mencapai kebahagiaan hidup berkeluarga.
1) Bentuk-Bentuk
Perkawinan
Haviland menjelaskan di dunia ini paling tidak,
ada tujuh bentuk perkawinan:
a) Monogami yaitu perkawinan yang
mengharuskan seseorang hanya mempunyai seorang istri atau suami.
b)
Poligini
yaitu adat perkawinan yang memperbolehkan seorang laki-laki istri lebih dari
seorang.
c)
Poliandri
yaitu suatu adat perkawinan yang memperbolehkan seorang wanita mempunyai
beberapa orang suami.
d)
Perkawinan
kelompok yaitu adat perkawinan yang memperbolehkan beberapa laki-laki dengan
beberapa wanita dapat melakukan hubungan seks satu sama lain.
e)
Levirat,
yaitu perkawinan antar seorang janda dengan saudara laki-laki suaminya yang
sudah meninggal dunia.
f)
Sororat,
yaitu perkawinan antar seorang duda kawin denagn saudara perempuan istri yang
meninggal dunia.
g)
Perkawinan
berturut (serial marriage), yaitu bentuk perkawinan yang memperbolehkan laki-laki
atau perempuan kawin atau hidup bersama dengan sejumlah orang berturut-turut.
2) Adat menetap
sesudah menikah
Koenjaraningrat membedakan adat menetap
sesudah nikah dalam kehidupan masyarakat di dunia ada tujuh bnetuk adat menetap
yaitu antara lain :
a) Utrolokal, adalah adat yang menentukan
para pengantin baru diberi kemerdekaan untuk bertempat tinggal menetap di
sekitar kediaman kaum kerabat suami atau istri.
b)
Virilokal,
adalah adat yang menetapkan pengantin baru harus tinggal menetap di sekitar
pusat kediaman kaum kerabat suami.
c)
Matrilokal,
adalah adat menetap sesudah menikah yang menetapkan para pengantin baru harus
tinggal menetap di puasat kediaman keluarga istri.
d)
Bilokal,
adalah adat yang menetapkan pengantin baru harus tinggal menetap berganti-ganti,
pada masyarakat tertentu tinggal menetap di sekitar pusat kediaman keluarga
suami.
e)
Avunkulokal,
adalah adat yang menentukan pengantin baru harus tinggal di sekitar tempat
kediaman saudara laki-laki ibu dari suami.
f)
Natolokal,
adalah adat yang menetapkan pengantin baru harus tinggal terpisah, suami di
sekitar kaum kerabatnya, sedangkan istri tetap tinggal di pusat kediaman kaum
kerabatnya.
g)
Neolokal,
adalah adat yang menetapkan pengantin baru tinggal sendiri di tempat kediaman
baru.
3) Keluarga Batih
dan Keluarga Rumah Tangga
a) Keluarga Batih/ Keluarga Inti (Nuclear
Family)
Sebagai akibat adanya perkawinan
pasangan mempelai baru akan membentuk suatu kelompok kekerabatan yang disebut
keluarga batih atau keluarga inti (nuclear familiy) yaitu sebagai kelompok sosial
yang terkecil dalam masyarakat, yang terdiri sepasang suami istri bersama semua
anaknya yang berkaitan perkawinan terebut (anak kandung, anak tiri, dan anak
angkat) yang belum kawin.
b) Rumah Tangga (House Hold)
Rumah tangga yaitu sebagai unit keluarga
yang terdiri atas suami istri dan anak-anaknya yang belum kawin, sering
ditambah sejumlah anggota keluarga yang lain, dan terikat oleh suatu kesatuan
ekonomi rumah tangga mereka sendiri. Yang dimaksud anggota sejumlah keluarga
lain, adalah : saudara ipar, keponakan, menantu, mertua, paman bibi, orang tua,
cucu, anak tiri bahkan pembantu rumah tangga, baby sitter, dan sebagainya.
2. Bentuk-Bentuk Kelompok Kekerabatan
a. Keluarga luas (extended family)
Keluarga luas merupakan kelompok kerabat
yang terdiri atas keluarga batih senior dan anak-anaknya yang tinggal dalam
rumah yang terpisah, tetapi masih dalam lingkungan satu lahan pekarangan yang
sama.
b. Kindred (kaum kerabat/sanak saudara)
Kindred adalah kesatuan kerabat yang
melakukan interaksi atau berkumpul antar anggota kerabat pada waktu-waktu
tertentu saja.
1) Keluarga Ambilineal
Keluarga ambilineal adalah suatu
ketentuan bahwa seseorang dapat memilih hubungan keturunan melalui garis
keturunan kerabat pria ataupun garis keturunan kerabat wanita saja.
2) Klen (Clan)
Klen adalah gabungan sejumlah keluarga
luas yang anggotanya berasal dari satu nenek moyang, yang didikat oleh garis
keturunan pihak kerabat laki-laki atau pihak perempuan.
3) Fratri (Phratry)
Fratri merupakan kelompok keturunan
unilineal yang terdiri atas dua atau lebih yang mengakui berhubungan sebagai
kerabat.
4) Paruh Masyarakat (Moiety)
Paruh masyarakat adalah setiap kelompok
hasil pembagian masyarakat menjadi dua bagian atas dasar keturunan (Haviland)
,sedangakan Koenjaraningarat mengartikan moiety merupakan kelompok kekerabatan
gabungan klen (seperti fratri), tetapi selalu merupakan separuh dari suatu
masyarakat.
3.
Contoh
Sistem Kekerabatan
Salah satu contoh sistem kekerabatan di suatu suku di Indonesia dapat dilihat pada suku bangsa
Jawa.
Suku bangsa Jawa
adalah suku bangsa yang mendiami Pulau Jawa bagian Tengah dan Timur, serta
daerah-daerah yang disebut Kejawen sebelum terjadi perubahan seperti sekarang.
a. Sistem Kekerabatan
Suku Jawa memiliki sistem kekerabatan
bilateral atau parental. Pada masyarakat Jawa dilarang adanya perkawinan antara
saudara kandung, sedangkan perkawinan yang termasuk nggenteni karang wulu atau
perkawinan sororat, yaitu perkawinan seorang duda dengan adik atau kakak mendiang
istrinya diperbolehkan. Selain itu di masyarakat Jawa juga terkenal adanya
poligami.
Pada masyarakat Jawa ada juga sistem
perkawinan yang berbeda dengan sistem pelamaran, yaitu:
1) Sistem perkawinan magang atau ngenger,
terjadi antara perjaka yang telah mengabdikan diri pada keluarga si gadis.
2) Sistem perkawinan triman, mendapatkan
istri karena pemberian atau penghadiahan dari salah satu lingkungan keluarga.
3) Sistem perkawinan ngunggah-unggahi,
pihak gadis melamar pihak perjaka.
4) Sistem perkawinan paksa, perkawinan ini
terjadi atas kehendak orang tua.
Pada umumnya, suku Jawa tidak
mempersoalkan tempat menetap setelah pernikahan, hal tersebut dinamakan
utrolokal. Tetapi, pada umumnya seseorang akan bangga apabila pernikahan
mempelai bertempat tinggal di tempat yang baru. Sistem tempat tinggal ini
disebut neolokal.
b. Sistem Kemasyarakatan
Masyarakat suku Jawa masih membedakan
antara orang golongsn priyayi terdiri atas pegawai negeri dan kaum terpelajar,
dengan wong cilik seperti tukang tam, tukang-tukang dan pekerja kasar lainnya
disamping keluarga keraton dan keturunan bangsawan.
c. Kesenian
Sistem kesenian Jawa memiliki dua tipe
yaitu tipe Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu:
1) Tipe kesenian Jawa Tengah
·
Seni
tari, contohnya tari serimpi, dan tari bambang cakil.
·
Seni
tembang, seperti lagu-lagu Dolanan Suwe Ora Jamu, Gek Kepiye, Pitik
Tukung, lagu Padang bulan yang diiringi gamelan.
·
Seni
pewayangan, wayang kulit dan wayang orang.
·
Seni
teater tradisional, ketoprak, wayang orang.
2) Tipe kesenian Jawa Timur
·
Seni
tari seperti tari Ngeremong, Tajuban, Tari Kuda Lumping, Reog Ponorogo, dan
Tari lengger (Banyuwangi).
·
Seni
pewayangan contoh wayang Beber.
·
Seni
suara, contohnya lagu-lagu daerah Tanduk Majeng (Madura), gidung (Surabaya)
·
Seni
teater tradisional, contohnya Ludruk dan kentung.
3) Tipe Rumah Adat
·
Padepokan
di Jawa Tengah.
·
Bangsal
Kencono Keraton Yogyakarta
·
Rumah
Sitobondo.
Suku Jawa
mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Dalam susunannya, bahasa Jawa ini
ada 2 macam:
a. Bahasa Jawa Ngoko
1) Ngoko lugu atau ngoko biasa
2) Ngoko andap digunakan untuk berbicara
dengan orang-orang yang sudah dikenal akrab, orang yang usianya lebih muda atau
yang status sosialnya tinggi.
b. Bahasa Jawa Krama
1) Madya ngoko, biasanya dipakai dalam
percakapan kesederhanaan di pedesaan.
2) Krama madya, dipakai untuk orang-orang
di pedesaan.
3) Madyantara, dipakai untuk percakapan di
kalangan priyayi.
4) Kramantara, dipakai dalam pembicaraan
antara orang tua atau lebih tinggi status sosialnya dengan orang yang lebih
muda.
5) Wredhakrama, untuk percakapan antara
orang tua kepada orang muda/sesamanya.
6) Mudhakrama, untuk percakapan antara
orang muda terhadap orang tua atau dengan siapa saja.
7) Krama inggil, digunakan dalam percakapan
keraton.
8)
Krama
desa, dipakai oleh orang-orang di pedesaan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pengertian
antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang segala aspek dari
manusia, yang terdiri dari aspek fisik dan nonfisik berupa warna kulit, bentuk
rambut, bentuk mata, kebudayaan, aspek politik, dan berbagai pengetahuan
tentang corak kehidupan lainnya yang bermanfaat.
Latar
belakang antropologi terbagi ke dalam 4 fase, yaitu fase pertama terjadi sebelum tahun 1800, fase
kedua berlangsung pada pertengahan abad ke-19, fase ketiga berlangsung pada
permulaan abad ke-20 dan fase ke empat sesudah 1930, pada fase ini ilmu
antropologi mengalami masa perkembangannya yang paling luas.
Konsep dasar dalam antropolgi
budaya adalah budaya yaitu hasil karya, karsa, rasa, cipta dari munusia;
ras;suku bangsa; dan sistem kekerabatan.
3.2
Saran
Demikianlah
makalah ini tim penulis sajikan, apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini,
kritik dan saran sangat kami harapkan. Tiada gading yang tak retak, tiada
manusia tanpa ada kesalahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar