Rabu, 20 November 2013

Model Pembelajaran Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)


Model Pembelajaran Cooperative Learning
(Pembelajaran Kooperatif)
A.    Pengertian Cooperative Learning
            Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan pada pendekatan konstruktivis. Cooperative Learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam Cooperative Learning, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
            Unsur-unsur dasar dalam Cooperative Learning adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994).
1.      Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.”
  1. Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
  2. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
  3. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok.
  4. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
  5. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
  6. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
B.     Ciri-ciri Cooperative Learning
            Beberapa ciri dari pembelajaran kooepratif adalah
1.      Setiap anggota memiliki peran
2.      Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
3.      Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya
4.      Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok
5.      Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan (Carin, 1993).
            Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik Cooperative Learning sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995), yaitu:
1.      Penghargaan kelompok
            Cooperative Learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
2.      Pertanggungjawaban individu
            Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
3.      Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
            Cooperative Learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

C.    Tujuan Cooperative Learning
            Tujuan Cooperative Learning berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari Cooperative Learning adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
            Model Cooperative Learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1.      Hasil belajar akademik
            Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa  memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, Cooperative Learning dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2.      Penerimaan terhadap perbedaan individu
            Tujuan lain model Cooperative Learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Cooperative Learning memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3.      Pengembangan keterampilan sosial
            Tujuan penting ketiga Cooperative Learning adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

D.    Pendekatan dalam Cooperative Learning

1.      NHT (Number Heads Together)
a.      Pengertian NHT
            Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran dengan mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok.
            Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
            Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
b.      Tujuan model pembelajaran NHT
            Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1)      Hasil belajar akademik stuktural. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2)      Pengakuan adanya keragaman. Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
3)      Pengembangan keterampilan social. Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

c.       Langkah-langkah model pembelajarn NHT
           
            Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
1)      Pembentukan kelompok;
2)      Diskusi masalah;
3)      Tukar jawaban antar kelompok
            Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :
1)      Persiapan. Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2)      Pembentukan kelompok. Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
3)      Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan. Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
4)      Diskusi masalah. Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
5)      Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban. Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
6)      Memberi kesimpulan. Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
            Langkah-langkah menurut versi lain dalam penerapan tipe NHT:
1)      Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. 
2)      Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
3)      Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
4)      Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
5)      Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok. 
6)      Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
7)      Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
8)      Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
d.      Manfaat model pembelajaran NHT
            Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
1)      Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2)      Memperbaiki kehadiran
3)      Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4)      Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5)      Konflik antara pribadi berkurang
6)      Pemahaman yang lebih mendalam
7)      Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8)      Hasil belajar lebih tinggi
2.      STAD
a.      Pengertian STAD
            Model pembelajaran STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Menurut  Nur Citra Utomo dan C. Novi Primiani (2009: 9), “STAD didesain untuk memotivasi siswa-siswa supaya kembali bersemangat dan saling menolong untuk mengembangkan keterampilan yang diajarkan oleh guru”. Menurut Mohamad Nur (2008: 5), pada model ini siswa dikelompokkan dalam tim dengan anggota 4 siswa pada setiap tim. Tim dibentuk secara heterogen menurut tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku.
            Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran STAD lebih menekankan kepada pembentukan kelompok. Kelompok yang dibentuk nantinya akan berdiskusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Oleh karena itu model pembelajaran STAD dapat membuat siswa untuk saling membantu dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
            STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan Cooperative Learning yang paling sederhana.

b.      Langkah-langkah Model Pembelajaran STAD.
            Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
1)      Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada  siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2)      Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.
3)      Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbedaserta kesetaraan jender.
4)      Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995).
5)      Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
6)      Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
7)      Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
            Menurut Agus  Suprijono (2011: 133-134), cara menentukan langkah-langkah model pembelajaran STAD yaitu: Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).
1)      Guru menyajikan pelajaran.
2)      Guru memberi tugas pada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
3)      Guru memberi kuis/ pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
4)      Memberi evaluasi.
5)      Kesimpulan.
            Dalam referensi lain, angkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:
1)      Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2)      Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.
3)      Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan jender.
4)      Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi.
5)      Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
6)      Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
7)      Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
c.       Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran STAD.
            Menurut Yurisa (2010), kelebihan dan kelemahan model pembelajaran STAD adalah sebagai berikut:
1)      Kelebihan model pembelajaran kooperatif STAD
a)      Meningkatkan kecakapan individu.
b)      Meningkatkan kecakapan kelompok.
c)      Meningkatkan komitmen.
d)     Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya.
e)      Tidak bersifat kompetitif.
f)       Tidak memiliki rasa dendam.
2)      Kelemahan model pembelajaran kooperatif STAD
a)      Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang.
b)      Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.
3.      JIGSAW
a. Pengertian Jigsaw
            Cooperative Learning tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
            Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.

b. Langkah-langkah dalam penerapan jigsaw
            Langkah-langkah dalam penerapan jigsaw adalah sebagai berikut:
1)      Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
2)      Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukanpengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
3)      Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
4)      Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
5)      Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi  pembelajaran
6)      Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

            Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw dalam matematika, yaitu:
1)      Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang
2)      Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli
3)      Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik tersebut
4)      Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya
5)      Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan
c.  Kelebihan model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa yaitu:
            Model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1)      Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya
2)      Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat
3)      Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.
d. Permaslahan dalam penerapan model pembelajaran Jigsaw
            Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan yaitu :
1)      Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus benar-benar memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian baru mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.
2)      Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga ahli secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat.
3)      Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya diskusi.
4)      Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran