PEMBELAJARAN
BAHASA DI KELAS RENDAH
Tentang
“KESIAPAN MEMBACA DAN MENULIS”

Oleh
NAMA :
EZY ZURRIYATI
NIM :
1200651
SEKSI :
Reguler 13
Dosen
Pembimbing: Dra Ritawati Mahjuddin M.Pd
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UPP IV BUKITTINGGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan,
Guntur Hendry. 2008. Membaca. Bandung: Angkasa.
Mulyati,
Yeti. 2009. Keterampilan Berbahasa
Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Miyaza (Online ) http://miyazakiannisha.blogspot.com/2012/05/pengembangan-minat-baca-anak-makalah.html
diakses tanggal 1 maret 2015
http://artikelgakbasi.blogspot.com/2014/01/tanda-tanda-kesiapan-membaca.html diakses tanggal 1 maret 2015 (Online)
http://slbmentarikita.blogspot.com/2011/08/persiapan-menulis.html diakses tanggal 1 maret 2015 (Online)
KESIAPAN
MEMBACA DAN MENULIS
I.
KESIAPAN
MEMBACA
A. Pengertian
Membaca
adalah suatu kegiatan fisik dan mental. Melalui membaca informasi dan
pengetahuan yang berguna bagi kehidupan dapat diperoleh. Inilah motivasi pokok
yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya minat membaca dan membaca
merupakan kegiatan fisik dan mental yang menuntut sesorang untuk
menginterpretasikan symbol-simbol tulisan dengan aktiv dan kritis sebagai pola
komunikasi dengan diri sendiri agar pembaca dapat menemukan makna tulisan dan
memperoleh informasi sebagai proses pemikiran untuk mengembangkan
intelektualitas dan pembelajaran sepanjang hayat.
Kesiapan membaca (reading readiness) ialah
tingkat kematangan seorang anak, yang memungkinkannya belajar membaca tanpa
suatu akibat negatif. Kematangan yang dimaksud disini meliputi kematangan
fisik, mental, linguistik (bahasa), sosial.
Morphett dan
Washburne (1931) berpendapat bahwa umur mental yang paling baik untuk belajar
membaca adalah 6 tahun 5 bulan atau 6 tahun 6 bulan. Tetapi kemudian pendapat
ini dipatahkan oleh Gates dan Bond (1936) dengan mengatakan bahwa waktu optimum
bagi membaca permulaan tidak semata-mata bergantung pada keadaan anak, tetapi
ditentukan juga oleh sifat program dan metode yang dipakai.
B.
Konsep
Kesiapan Membaca
Periode
prereading sangat panjang mulai dari lahir sampai saat seorang anak diajarkan
untk mengenali dan membaca kata-kata. Selama periode inni anak belajar untuk
memahami dan mengucapkan kata-kata, mengikuti arah cerita, mempelajari dan
menginterpretasi gambar, dan sebagainya. Konsep modern berpendapat bahwa
kesiapan terdiri atas berbagai faktor, tidak hanya faktor fisik dan kematangan
saja, tetapi faktor tingkat pengetahuan. Kesiapan dalam membaca berfokus pada
kesiapan membaca awal meskipun pada dasarnya kesiapan sangatlah penting di
semua tingkatan. Mengembangkan kesiapan membaca pada setiap jenjang merupakan
tugas penting guru.
Konsep
umum “kesiapan “adalah beberapa hal
yang harus diupayakan dan dikuasai sebelum hal lain ditangani. Belajar membaca
sebagai suatu kegiatan juga melibatkan penguasaan keterampilan tertentu. Secara
umum konsep kesiapan membaca diterima sekalipun persepsi tentang kesiapan membaca
berbeda-beda dan meluas.
Perbedaan
pandangan tersebut terutama disebabkan kerumitan membaca itu sendiri. Terlepas
dari interprestasi yang berbeda mengenai kesiapan membaca, yang perlu
dipikirkan adalah bagaimana agar anak-anak mencapai posisi siap membaca jika
mereka ternyata tidak menunjukkan kesiapan membaca. Pertanyaan yang dapat
diajukan adalah, “Aspek membaca apakah yang siap pada anak ini ?” bukan,
“Apakah anak ini siap memulai belajar keterampilan pengenalan kata ?” Secara
luas, kesiapan membaca bukan hanya masalah untuk suatu usia atau tingkat kelas,
namun untuk semua usia dan tingkat.
Ada
sejumlah keterampilan yang menjadi prasyarat untuk pengajaran membaca formal.
Prasyarat yang dimaksud meliputi: pengalaman dasar, perkembangan kognitif, perkebmangan bahasa, kesadaran metalinguistik, minat dan sikap, deskriminasi visual dan auditori, serta kemampuan orientasi arahan
Prasyarat yang dimaksud meliputi: pengalaman dasar, perkembangan kognitif, perkebmangan bahasa, kesadaran metalinguistik, minat dan sikap, deskriminasi visual dan auditori, serta kemampuan orientasi arahan
C. Menilai Kesiapan
Prosedur
untuk menilai kemampuan kesiapan membaca beragam mulai dari observasi guru
sampai penggunaan tes standar. Pengalaman menunjukkan bahwa guru yang
berpengalaman sering mengembangkan kepekaan dan kemampuan dalam
mengidentifikasi anak-anak yang bergerak ke dalam pengajaran membaca formal.
Menilai
kesiapan membaca siswa dapat dilakukan dengan beberapa cara di antaranya
berikut ini:
1. Penilaian
Informal
Para
guru sering menyatakan bahwa anak-anak telah siap membaca dengan bekerja
bersama mereka dan secara sistematis meneliti pola tingkah laku dan
prestasinya. Simpulan dibuat berdasarkan apa yang lebih tampak sebagai pola.
Dalam kaitan ini observasi merupakan cara yang dilengkapi daftar pemeriksaan
dan catatan anekdot.
2.
Mengamati Pengalaman Dasar
Pengalaman
dasar dapat diamati dengan melihat respon anak pada bacaan-bacaan yang
dibagikan, pada aktivitas permainan bebas, dan aktivitas bahasa tutur
3.
Mengamati Perkembangan Kognitif
Guru
dapat mencatat aktivitas anak-anak dalam permainan untuk menentukan kemampuan
mereka dalam merepresentasikan objek yang tak hadir dengan objek lain.
4.
Mengamati Perkembangan Bahasa
Dengan
masuknya ke sekolah, anak-anak telah mengembangkan kemampuan bahasa baik
kemampuan reseptif maupun kemampuan produktif. Akan tetapi, guru seharusnya
memberikan perhatian untuk mengamati kelemahan dan kekuatan semua kemampuan
5.
Mengamati Arah dan Orientasi
Orientasi
bisa diamati ketika seorang anak mengenali urutan huruf, susunan kata,
penggunaan papan tulis dan kemampuan berpindah.
6.
Meneliti Minat dan Sikap
Minat
seorang anak dalam membaca dapat diperkirakan dengan mengajukan pertanyaan
mengenai identifikasi kata, meneliti minat anak untuk membaca majalah dan buku.
7.
Diskriminasi Auditori
Penilaian
dapat dilakukan melalui permainan diskriminasi auditori yang bisa membuat
anak-anak merespon dengan sinyal yang sudah ditentukan.
8.
Diskriminasi Visual
Diskriminasi
visual dapat diamati dengan menyuruh anak-anak melakukan kegiatan :
mengidentifikasi huruf yang sama, menemukan kata, dan menandai huruf.
9.
Catatan Anekdot
Catatan
anekdot dapat menunjukkan kekuatan dan kelemahan suatu bidang. Teknik ini bisa
digunakan untuk observasi yang didaftar sebelumnya. Catatan tersebut dapat
berupa buku harian (diary) karena tingkah laku seharusnya diteliti selama satu
periode.
10.
Menggunakan Cheklist
Observasi
dapat dilengkapi daftar cek yang digunakan untuk pengajaran membaca tetapi bisa
juga dilengkapi untuk kemampuan yang lain.
D. Faktor Kesiapan Membaca
Faktor yang
ikut serta terhadap kesiapan murid untuk membaca dan belajar yaitu:
1.
Kesiapan mental (mental readiness for reading)
Kesehatan
mental besar sekali pengaruhnya terhadap keberhasilan membaca dan belajar.
apabila mentalnya kurang sehat, akan timbul beberapa gejala, misalnya sering
lupa, kemampuan berpikirnya menurun, sulit mengkonsentrasikan pikirannya
terhadap apa yang sedang dibaca atau dipelajari, akibatnya tidak bisa membaca
secara efektif dan efisien.
2.
Kesiapan fisik (physical readiness for reading)
Secara
spesifik ada beberap faktor yang mempengaruhi keberhasilan membaca yang dalam
hal ini berhubungan dengan kesiapan fisik. di antara beberapa faktor tersebut
adalah berhubungan dengan kapasitas atau kemampuan penglihatan dan pendengaran.
selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca walaupun tidak
terlalu penting adalah kemampuan bicara, kesehatan, termasuk di dalamnya
stamina fisik yang kurang baik, makanan yang kurang, sering sakit, dan
sebagainya.
3.
Kesiapan emosi (emotional readiness for reading)
Gangguan
emosi dapat juga mempengaruhi keberhasilan membaca dan belajar. seorang anak
yang memiliki sifat pemalu, terlalu penakut menunjukkan gejala kesulitan emosi.
begitu pula seorang anak yang terlalu menggantungkan diri kepada orang tuanya,
atau selalu ketakutan, merasa cemas, merasa kurang aman. semua ini menunjukkan
bahwa anak tersebut kurang siap untuk membaca dan belajr, dan akan mempengaruhi
keberhasilan membaca dan belajarnya.
Kematangan
emosi seseorang tidak bisa terlepas dari keadaan lingkungannya. Misalnya sikap
orang yang kadang-kadang dalam usaha pembentukan watak putra-putrinya terlalu
menyimpang, terlalu memanjakan atau terlalu keras, banyak ikut campur tangna
urusan putra-putrinya, pemberian tuntutan yang terlalu berat, dll. begitu juga
lingkungan dimana seseorang bergaul atau bermain sehari-hari.
4.
Kesiapan pengalaman (experiential readiness for
reading)
Kesiapan
pengalaman disini berarti pernah-tidaknya membaca, sering tidaknya membaca,
luas tidaknya pengetahuan yang dimilikinya. murid-murid yang memahami banyak
mengerti kata-kata akan lebih cepat daripada murid-murid yang kurang mengerti
kata-kata. begitu pula murid-murid yang memiliki latar belakang pengetahuan
yang luas akan lebih cepat memahami bacaan daripada murid-murid yang kurang memiliki
latar belakang pengetahuan.
E. Kemampuan Kesiapan Membaca
Sebelum
mengajarkan membaca kepada anak, kemampuan kesiapan membaca harus dikuasai
terlebih dahulu oleh anak. Kesiapan anak ini harus dikuasi oleh anak agar anak
berhasil membaca maunpun menulis. Hal ini bertujuan agar diketahui kemampuan
kesiapan yang harus diajarkan atau dikuatkan kepada anak (Dhieni, 2009:13).
Kemampuan kesiapan membaca itu
antara lain:
1.
Kemampuan membedakan auditorial
Anak-anak
harus belajar memahami suara-suara umum di lingkungan mereka dan membedakan
suara-suara tersebut. Mereka harus mampu memahami konsep volume, lompatan,
petunjuk, durasi, rangkaian, tekanan, tempo, pengulangan, kontras suara, dan
membedakan suara-suara huruf dalam alfabet.
2.
Kemampuan diskriminasi visual
Anak-anak
harus belajar untuk memahami objek dan pengalaman umum dengan gambar-gambar
pada foto, lukisan, dan pantonim. Mereka harus belajar mengidentifikasi
warna-warna dasar dan bentuk-bentuk geometris dan mampu menggabungkan
objek-objek berdasarkan warna, bentuk, atau ukuran. Mereka harus mampu
membedakan kiri dan kanan warna, bentuk maupun atas bawah, dan mengikuti
gerakan dari kiri ke kanan maupun dari atas ke bawah. Mereka harus mampu
mengatakan bentuk dari gambar latar belakang, mengemukakan detail pada gambar,
dan mengetahui pola-pola visual sederhana. Hingga pada akhirnya, mereka harus
mampu untuk memahami dan menamai huruf besar dan huruf kecil
3.
Kemampuan membuat hubungan suara dengan
simbol
Anak
harus mampu mengaitkan huruf besar dan huruf kecil dengan nama mereka dan
dengan suara yang mereka representasikan. Anakharus tahu bahwa d disebut de dan
menetapkan suara pada awal kata daging. Sebagian besar anak-anak akan membuat
kemajuan awal yang bagus pada kemampuan ini. Dan sedikit diantaranya akan menguasai
semua kemampuan suara dengan simbol hingga masa selanjutnya.
4.
Kemampuan Perseptual Motoris
Anak-anak
harus mampu menggunakan otot halus tangan dan jari mereka untuk melakukan
koordinasi gerakan dengan apa yang mereka lihat. Mereka harus melatih kemampuan
ini, sehingga mereka mampu menyusun puzzle sederhana, gambar lukisan tangan,
membentuk tanah liat, merangkai manik-manik, menuangkan benda cair, dan atau
menggunakan gunting. Mereka juga harus mampu memegang krayon atau pensil untuk
mewarnai gambar-gambar sederhana dalam garis, menjiplak garis dan bentuk di
udara dan kertas, menyalin garis dan bentuk tanpa menjiplak. Hingga pada
akhirnya, mereka harus mampu menyalin huruf dan kata, menulis nama mereka,
menulis huruf yang memadukan suara.
5.
Kemampuan bahasa lisan
Anak-anak
yang memasuki usia pendidikan dini dengan kemampuan subtansial untuk berbicara
dan mendengarkan. Meskipun demikian, kemampuan ini harus tetap terus
dikembangkan dan diperbaiki. Ank-anak harus belajar mendengarkan, mengingat,
mengikuti petunjuk, mencatat detail, dan memahami ide utama. Mereka harus
menggunakan dan memperluas kosakata bahasa lisan mereka untuk menjelaskan
ide-ide, untuk mendiskripsikan objek dan peristiwa, untuk mengekspresikan
perasaan mereka sendiri, atau orang imajiner mereka. Hendaknya mereka menjadi
senang dengan berbagai pengalaman bahasa dan senang dalam belajar serta menggunakan
kata-kata baru.
6.
Membangun sebuah latar belakang
pengalaman
Membangun
latar belakang pengalaman bagi anak dapat dilakukan dengan bermacam-macam kegiatan,
seperti: menceritakan kisah-kisah menarik di kelas, atau menonton film
bersama-sama.
F. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan
Membaca Anak
Kemampuan
membaca seperti juga kemampuan menulis merupakan kegiatan yang kompleks,
artinya banyak segi dan banyak faktor yang memepengaruhinya. Anderson (1990:34)
mengemukakann faktor motivasi, lingkungan, keluarga dan guru sebagai faktor
yang sangat berpengaruh
Kemampuan
membaca ini merupakan kegiatan yang kompleks, artinya banyak faktor yang
mempengaruhinya. Tampubolon (Dhieni, 2009:19) membagi faktor itu
menjadi dua, yaitu faktor endogen dan
eksogen.
Faktor endogen
adalah faktor yang berkembang baik secara biologis, maupun psikologis, dan
linguistik yang timbul dari diri anak. Sedang, faktor eksogen adalah faktor lingkungan. Kedua faktor ini saling
terkait dan mempengaruhi secara bersamaan.
Dhieni
(2009: 19) menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca,
antara lain
1.
Motivasi
Motivasi
merupakan pendorong anak untuk semangat membaca. Motivasi merupakan sebuah
ketertarikan untuk membaca. Hal ini penting karena adanya motivasi akan
menghasilkan anak yang memiliki kemampuan belajar yang lebih baik. Motivasi
sendiri terbagi menjasdi dua berdasarkan sumbernya. Yang pertama adalah
motivasi intrinsik, yaitu faktor yang bersumber pada diri pembaca itu sendiri.
Yang kedua adalah faktor ekstrinsik, yang bersumbernya terletak di luar pembaca
itu.
Cara agar anak termotivasi dan tertarik adalah dengan menyediakan bahan bacaan yang berkualitas tinggi yang memiliki hubungan dengan kehidupan mereka. Selain itu, dapat juga dengan memberi penjelasan kepada anak tentang pengetahuan yang sudah mereka ketahui atau yang belum diketahui, sehingga anak mudah menghubungkan dengan informasi baru. Dalam hal ini, guru sebagai katalisator motivasi dan ketertarikan serta model bagi anak.
Cara agar anak termotivasi dan tertarik adalah dengan menyediakan bahan bacaan yang berkualitas tinggi yang memiliki hubungan dengan kehidupan mereka. Selain itu, dapat juga dengan memberi penjelasan kepada anak tentang pengetahuan yang sudah mereka ketahui atau yang belum diketahui, sehingga anak mudah menghubungkan dengan informasi baru. Dalam hal ini, guru sebagai katalisator motivasi dan ketertarikan serta model bagi anak.
2.
Lingkungan keluarga
Seperti
yang telah diketahui bahwa anak sangat membutuhkan keteladanan dalam membaca.
Keteladanan itu harus sesering mungkin ditunjukkan kepada anak oleh orang tua. Seperti
diketahui bahwa anak-anak memiliki potensi untuk meniru secara naluriah.
Menurut Leichter (Dhieni, 2009:20) perkembangan kemampuan membaca dan menulis
dipengarahui oleh keluarga dalam hal:
a) Interaksi
interpersonal. Interaksi ini terdiri atas pengalaman-pengalaman baca tulis
bersama orang tua, saudara, dan anggota keluarga lain di rumah.
b) Lingkungan
fisik. Lingkungan fisik mencakup bahan-bahan bacaan di rumah.
c) Suasana
yang penuh perasaan (emosional) dan memberikan dorongan (motivasional) yang
cukup anta individu di rumah, terutama yang tercermin dalam sikap membaca.
3.
Bahan bacaan.
Minat
baca serta kemampuan membaca seseorang dipengaruhi oleh bahan bacaan. Bahan
bacaan yang terlalu sulit bagi seseorang akan mematikan selera untuk membaca.
Sehubungan dengan bahan bacaan ini perlu diperhatikan yaitu topik atau isi
bacaan dan keterbacaan bahan. Anak harus dikenalkan dengan berbagai macam topik
bacaan atu isi bacaan, sehingga dapat menambah wawasan anak namun topik yang
di[ih harus menarik bagi anak baik secara segi isi maupun dari segi
penyajiannya. Faktor keterbacaan merupakan faktor yang sangat penting dalam
pemilihan bahan bacaan. Keterbacaan maupu kesulitan bacaan itu berbeda dengan
tingkatan-tingkatan kemampuan anak.
G. Tanda-tanda Kesiapan Membaca
Kesiapan
anak untuk mengikuti kegiatan membaca atau belajar membaca dapat diketahui dari
tanda-tanda kesiapan yang ditunjukkan oleh anak.
Dhieni,
dkk (2009:17) mengklasifikasikan tanda-tanda kesiapan itu antara lain:
1.
Apakah anak-anak sudah dapat memahami
bahasa lisan?
Kemampuan
ini dapat diamati pada waktu bercakap-cakap dengan anak, atau apabila disuruh
untuk melakukan sesuatu, atau diberi pertanyaan tentang sesuatu. Pemahaman yang
dimaksud adalah pemahaman dasar, yaitu kalimat-kalimat sederhana dalam konteks
komunikasi, dan sesuai dengan perkembangan bahasa anak.
2.
Apakah anak-anak sudah dapat mengajarkan
kata-kata dengan jelas?
Hal
ini pun dapat dilakukan ketika bercakap-cakap dengan anak, atau ketika anak
mengatakan atau menanyakan sesuatu. Dapat juga dengan menanyakan nama beberapa
objek.
3.
Apakah anak-anak sudah mengingat kata?
Kegiatan
ini dapat pula diketahui dengan menanyakan pada anak tentang objek-objek
tertentu sambil menunjuk objek aslinya. Dan mengulang pertanyaan yang sama
keesokan harinya. Jika anak menjawab dengan benar, maka anak tersebut dapat
mengingat dengan baik.
4.
Apakah anak-anak sudah mampu mengujarkan
bunyi?
Kemampuan
ini dapat dikatakan sudah tercakup dalam pertanyaan-pertanyaan di atas. Namun,
baik juga diperhatikan secara khusus. Hal ini bisa dilakukan dengan meminta
anak untuk menirukan bunyi huruf-huruf yang diujarkan oleh guru.
5.
Apakah anak sudah menunjukkan minat
membaca?
Hal
ini dapat diketahui dari kegiatan anak memegang buku,membuka-buka buku bacaan
lain dan meniru-niru membaca, serta mencoret-coret kertas. Ini berkaitan erat
dengan usaha-usaha yang telah dibicarakan terdahulu.
6.
Apakah anak sudah dapat membedakan suara
(bunyi) dengan objek secara baik?
Kemampuan
yang dimaksud adalah kemampuan pendengaran dan penglihatan. Perilaku ini dapat dilihat
dari perilaku anak menanggapi kata-kata suruhan yang berbeda-beda, membedakan
berbagaisuara dan bunyi di sekitarnya. Sedang kemampuan membedakan objek-objek
dapat diuji melalui berbagai alat permainannya. Dalam kemampuan membedakan
hurufhueuf dapat diuji dengan menunjukkan dua huruf yang berbeda dan menanyakan
persamaan atau perbedaan huruf itu. Selain kemampuan di atas, kemampuan yang
dimaksud juga termasuk kemampuan membedakan arah gerakan, misalnya tangan
bergerak dari kiri ke kenan, atau dari atas ke bawah
H. Pengembangan Proses Membaca
Sabarti
mengemukakan bahwa agar pengembangan membaca dapat dilakukan secara konseptual,
perlu diperhatikan beberapa butir teori yang berkaitan dengan perolehan
kemampuan membaca. Adapun teori – teori tersebur dikemukakan oleh Marrow (1993)
sebagai berikut:
1.
Membaca dipelajari melalui interaksi dan
kolaborasi sosial artinya dalam proses pembelajaran membaca dan menulis situasi
kelompok kecil memegang peranan penting
2.
Anak belajar membaca sebagai hasil
pengalaman kehidupan.
3.
Anak mempelajari keterampilan membaca
bila mereka melihat tujuan dan kebutuhan proses membaca.
4.
Membaca dipelajari melelui pembelajaran
keterampilan langsung.
Dalam hal ini yang sangat penting
disadari oleh guru ialah kebutuhan individual anak – anak yang diakomodasikan
dalam strategi pembelajaran yang tepat
Holdoway (1986)
menyatakan ada 4 proses yang memungkinkan anak mempelajari kemampuan membaca:
1.
Pengamatan Terhadap Perilaku Membaca,
Yaitu Dengan Dibacakan Atau Melihat Orang dewasa membaca.
2.
Kolaborasi yaitu menjalin kerjasama
dengan individu yang memberikan dorongan motivasi dan bantuan bila diperlukan.
3.
Proses yaitu anak mencobakan sendiri apa
yang sudah dipelajarinya.
4.
Unjuk kerja, yaitu dengan berbagi apa
yang sudah dipelajari dan mencari pengakuan dari orang dewasa.
II.
KESIAPAN
MENULIS
Kesiapan
menulis harus dilakukan sebelum dilaksanakannya proses menulis. Dalam proses
ini yang dilakukan adalah pra-penulisan dan tahap penulisan. Pada tahap
pra-penulisan guru dapat membangkitkan skemata siswa dengan memberikan stimulus
sebelum menulis. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan melalui
media baik berupa gambar ataupun lagu.
A.
Pengertian
Menulis
Menulis merupakan
bagian dari alat komunikasi. Melalui tulisan kita dapat menyampaikan pesan,
pemikiran atau gagasan-gagasan yang ingin kita sampaikan kepada orang lain
sehingga orang lain mengerti apa yang kita maksud atau inginkan. Di dalam
aktivitas menulis terjadi suatu proses yang rumit karena di dalamnya melibatkan
berbagai modalitas, mencakup gerakan tangan, lengan, jari, mata, koordinasi,
pengalaman belajar, dan kognisi, semua modalitas itu bekerja secara
terintegrasi.
Menulis adalah
menurunkan atau melukiskan lambang-lambang lisan yang menggambarkan suatu
bahasa yang di pahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca langsung
lambang-lambang tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambarannya.
B.
Tujuan
Menulis
Hugo
Hartig dalam tarigan (1986: 24-25) merumuskan tujuan menulis:
a) Tujuan
penugasan, sebenarnya tidak memilki tujuan karena orang yang menulis melakukan
nya karena tugas yang diberikan kepadanya.
b) Tujuan
altruistik, penulis bertujuan untuk menyenangkan pembaca, menghindarkan
kedudukan pembaca, ingin menolong pembaca memahami,menghargai perasaan dan
penalaranya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan
dengan karyanya itu.
c) Tujuan
persuasif bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang
diutarakan.
d) Tujuan
informasional penulis bertujuan memberi informasi atau keterangan kepada para pembaca.
e) Tujuan
pernyataan diri penulis bertujuan memperkenalkan atau menyatakan dirinya kepada
pembaca.
f) Tujuan
kreatif penulis bertujuan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma
artistik,nilai-nilai kesenian.
g) Tujuan
pemecahan masalah penulis bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
C.
Kesiapan
Menulis
Persiapan menulis
identik dengan istilah “prewriting skills”. Prewriting skills adalah
segala bentuk kegiatan yang terlibat dalam belajar menulis. Kegiatan yang dapat
mendukung kegiatan belajar menulis anak dapat dikatakan sebagai persiapan
menulis. Di dalam persiapan menulis termasuk di dalamnya berbagai keterampilan
sensorimotor yang berkontribusi terhadap
kemampuan anak dalam memegang dan menggunakan pensil untuk berbagai aktifitas
menulis, diantaranya: menggambar, menyalin, dan mewarnai.
D.
Langkah-Langkah
Menulis
Teori menulis yang
berkembang saat ini adalah menulis model proses. Dengan model ini menulis
dilakukan dengan tahap-tahap:
1. Pra
menulis (prewriting): siswa memilih topik,siswa mengumpulkan dan menyesuaikan
ide-ide,siswa mengidentifikasi pembacanya,siswa mengidentifikasi tujuan menulis
siswa memilih bentuk yang sesuai berdasarkan pembaca dan tujuan menulis,dengan
aktifitas pengarang persiapan menulis cerita,menggambar,membaca,memikirkan
tulisan, menyusun gagasan dan mengembangkan rencana.
2.
Pengedrafan (drafting): siswa menulis
draf kasar, siswa siswa menulis pokok-pokok yang menarik pembaca,siswa lebih
menekankan isi dari pada mekanik,dengan aktifitas pengarang merangkaikan
gagasan dalam sebuah tulisan tanpa memperhatikan kerapian atau mekanik.
3.
Merevisi (revising): siswa membagi
tulisanya kepada kelompok,siswa mendiskusikan tulisanya kepada temannya,siswa
membuat perbaikan sesuai komentar teman dan gurunya,siswa membuat perubahan subtantif
dan bukan sekedar perubahan minor antara draf pertama dan kedua. Setelah
mendapat saran-saran dari orang lain pengarang dapat membuat beberapa perubahan
dan perubahan itu dapat melibatkan orang lain
4.
Mengedit (editing): siswa mebaca ulang
tulisanya,siswa membantu baca ulang tulisan temannnya, siswa mengidentifikasi
kesalahan mekanisme dan membetulkannya.
5. Mempublikasikan
(publishing):siswamempublikasikantulisnanya dalam bentuk yang sesuai,siswa
membagi tulisanya yang sudah selesai kepada teman sekelasnya.
E.
Hakekat
persiapan menulis
Secara umum
setiap individu memiliki tiga kategori aktivitas yang biasa dikerjakannya dalam
kehidupan sehari-hari yaitu: aktivitas bantu diri (self care), aktivitas
bermain (leisure), dan aktivitas kerja (produktivitas). Bentuk aktivitas kerja
anak di sekolah meliputi kegiatan akademik seperti membaca, menulis,
menghitung, serta pemecahan masalah (Amundson & Well dalam Santoso 2005: 1).
Penguasaan
keterampilan menulis pada usia dini akan memberi kesempatan pada anak untuk meningkatkan
kemampuan menulis pada level yang lebih tinggi seperti mengarang tanpa harus
memberikan pembelajaran mekanika dan teknik menulis (Martlew dalam Santoso,
2005: 1).
Kesiapan
(readiness) merupakan istilah yang menjelaskan keterampilan dasar yang harus
dicapai sebelum anak belajar keterampilan yangbaru (Slavin, Karweit, &
Wasik dalam Santoso, 2005 : 2). Sovik dalam Santoso (2005:2) menyatakan bahwa
kesiapan menulis (writing readiness) adalah kemampuan anak untuk mencapai
keterampilan menulis dengan adekwat yang telah diberikan oleh seorang pengajar
pada level yang sesuai dengan perkembangan anak.
F.
Langkah-
langkah pembelajaran menulis permulaan
Langkah-langkah
kegiatan menulis permulaan terbagi ke dalam dua kelompok, yakni:
a.
Pengenalan huruf
Kegiatan
ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran membaca permulaan.
Penekanan pembelajaran diarahkan pada pengenalan bentuk tulisan serta
pelafalannya dengan benar. Funfsi pengenalan ini di maksudkan untuk melatih
indera siswa dalam mengenal dan membedakan bentuk dan lambang-lambang tulisan.
b.
Latihan
Ada
beberapa bentuk latihan menulis permulaan yang dapat kita lakukan seperti: latihan
memegang pensil dan duduk dengan sikap dan posisi yang benar, latihan gerakan
tangan, latihan menatap bentuk tulisan, latihan menulis halus indah, latihan
dikte, latihan melengkapi tulisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar